Posts

Showing posts from 2014

Pergi

Dukaku tak kunjung berhenti ketika kutahu kau lepas rangkul itu janji yang telah terucap kandas. Dan aku terluka sepenuhnya Kau pergi tuk selamanya menemui Tuhan di alam yang berbeda Tak kembali Tak pernah kembali Takdir kita dipertemukan untuk berpisah tiada yang dapat mengubah Bibir tak mungkin mencela Ini jalan kita Kurelakan dengan sejuta asa yang takkan tercipta |Widya Arum

Bukan Kita

Aku dan kamu layaknya insan yang tak pernah mengenal Aku dan kamu seperti bunga setangkai yang telah layu mati rasa sudah    Daun-daun tak berhenti bertanya    "Ada apa dengan dua manusia ini?"    Wajah yang tak mau mengalah    Bibir yang membisu    Tatap mata yang tak mau bicara    Aku dan kamu    seperti sepasang musuh yang memadu kasih. |Widya Arum berteduh dan diam.

Demikian pun Aku

Adakah kau tahu? tentang kenangan yang telah kau tinggalkan Empat tahun lamanya rasa rindu tak terbalaskan sangat berat kurasakan terobati saat kutahu Kau kembali.             Kau ciptakan suasana baru menaruh hati pada yang mau menerima: aku Tuhan menganugerahkan padamu, mungkin dan semoga untukku. Tak siap, kuberlari sekuat hati Lemah kurasa Gejolak hati yang belum pernah ada Terlalu deras menembus rasa Aku tak bisa Aku tak bisa mencabut panah ini             Antara aku dan kau rasa ini tak kunjung hilang. Dan kau pergi lagi             meninggalkan rasa yang tak mungkin kuakui Saat kusadar kau tak menetap di sini. Dan masih tak kumengerti apakah rasa ini pun demikian Jika aku diciptakan dari rusukmu Semoga rasa ini Akan tetap setia menetap dan berdiam diri di hati menantimu sampai kau kembali lagi. |Widya Arum Angan cerpen Karena Hujan Dan Ulang Tahun : buah pikir yang dulu.

Apalagi?

Bagaimana ku harus katakan Katakan semua tentang cinta Aku tak bisa Harus apalagi, aku?                 Bayanganmu sudah menghilang                 Upayaku untuk lupakan                 Sudah kulakukan                 Harus apalagi, aku? Mereka selalu ucapkan Kumenangis karena cinta Telinga pun demikian Membisikkan berbagai kata Yang sesungguhnya Tak ingin kudengar lagi Kuingin hentikan Namun tak bisa Harus apalagi, aku?                 Harusnya kau tahu                 Ku tak lagi cinta                 Dan ku sudah bisa                 Lupakan cerita                 Satu hal yang ingin kusampaikan padamu                 Aku membencimu Kini waktunya tukku berhenti Bertanya “apalagi” Karena ku tahu jawabnya Tinggalkan dan jangan kembali |Widya Arum terinspirasi oleh suatu masa yang t'lah lalu.                

Rindu

Wanita itu membuatku sadar Bahwa waktu seutuhnya milik Tuhan Bukan kita yang mengendalikan Waktu terus berjalan Hingga tiba kita di ujung jalan Tak peduli apa yang kita kerjakan Waktu bisa saja tiba-tiba berhenti Karena Tuhan Dan ketika itu kita dipisahkan                 Nenek, aku merindukanmu                 Nenek, maafkan aku                 Waktu itu tak bisa mengantarmu                 Saat itu aku sedang tidak dekat                 Mengapa aku tak mendapati firasat darimu, Nek.                 Tidakkah kau bermaksud pamit padaku?                 Meskipun aku telah percaya                 Malaikat Izrail datang tanpa mengetuk pintu Aku teringat orangtuaku menceritakan padaku Tentang kau Dan masa kecilku Yang katanya dulu menimangku penuh manja Kau mencintaiku, Nek? Aku pun sebaliknya Bahkan sangat                 Entah apa yang harus aku lakukan                 Saat kurindu dan ingin bertemu                 Hanya lantunan doa se

Awan Itu Aku

Bak awan di langit di atas gemuruh ombak yang memecahkan sunyi matahari simbol suasana hati dikala itu aku terang Petir memecahkan segalanya Matahari sembunyi, menghilang Ketakutanku! Terampas riang hatiku Mendung Petir itu terdengar lagi, ingin kuberlari Aku semakin hitam tak mungkin kusembunyi jika iya, dimana? Kumohon, meredalah. Suara itu, kumohon, tahanlah. Jangan kau tekan lagi aku Jangan kau buat matahariku sembunyi Jangan kau tambahkan lagi semua itu dipikiranku Petir itu menggetarkan lagi seluruh tubuhku kaku Jangan kau seret aku Jangan. Seribu kata membayangiku Ingin kumuntahkan tapi kutahan Lagi-lagi semua ini ujian Aku harus bersabar dan menegarkan kau tanpa ku harus berpihak Matahari, kembalilah. Ombak, tenanglah sejenak. Aku ingin bercerita. Tentang apa yang kurasa yang perlahan melumpuhkan pikiran jernihku Kumohon, dengarlah aku dan jerit tangis hati ini. |Widya Arum hingar suasana hati

Bersabarlah Emosi

Jika keinginanku menjadikan kekhawatiran Baik, aku akan diam Jika yang kuucakan dirasa tak perlu Baik, aku akan diam Jika yang kulakukan salah Baik, aku akan diam Jika kebenaranku dianggap belum benar Baik, aku akan sabar Kucoba cari kesalahanku sendiri Jika usahaku serba salah Baik, aku akan mencoba berbenah Bertahan dari emosi Bertahan dari hasrat mengucap Bertahan dari hentakan batin Kurasa memang terkadang hidupku tak perlu Tak perlu memikir Tak perlu mencoba Tak perlu petualangan Hari demi hari kusabari Hingga waktu yang kuharapkan tiba Dan kali ini… Aku terpental luapan emosi Aku tak marah Aku tak menggertak Aku tak menitihkan air mata Kurasa itu takkan menyelesaikan Tak perlu… Aku ingin dewasa Tetapi bagaimana bisa Aku terus dikurung dan mengurung Dalam hati kumenangis Kurasa ini tak perlu Untuk apa? Aku tak ingin tersenyum Aku tak ingin bicara Canda itu membuatku semakin marah Aku terbakar emosi Yang kupi